JAKARTA, KOMPAS.com - Bagaimana bayangan Anda terhadap anak-anak cerdas dan jenius? Apakah Anda mengira anak-anak itu secara genetik sudah berotak encer dan tidak perlu diajari lagi?
Generasi unggul tidak tumbuh dengan sendirinya. Laju tumbuh kembang dan tingkat intelegensia seorang anak sebenarnya tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan saja. Ada tiga faktor yang saling memengaruhi, yaitu genetik atau keturunan, faktor lingkungan dan faktor gizi.
Faktor genetik, meski tidak bisa kita ubah, hanya berkontribusi sekitar 30 persen saja. Sisanya, faktor gizi dan lingkungan (pengasuhan dan stimulasi), bisa dirangsang sebelum dan sesudah si kecil lahir.
Para ahli menemukan bahwa 20 persen tingkat kecerdasan terbentuk di dalam kandungan. Menurut dr. Koesnadi Rusmil, Sp.A (K), sel-sel otak janin terbentuk sejak usia tiga bulan dalam kandungan dan berlanjut sampai anak berusia tiga-lima tahun. Jumlah sel otak tumbuh mencapai miliaran, tetapi belum ada hubungan antarsel. Kualitas dan kompleksitas rangkaian hubungan antarsel otak ditentukan stimulasi lingkungan.
Tidak pernah ada kata terlalu awal untuk mulai memberikan stimulasi. "Sejak dalam kandungan, bayi sudah bisa distimulasi dengan cara mengajaknya berkomunikasi, menyentuh perut, mendengarkan musik atau lantungan Al-Quran," kata dr. Koesnadi, ahli tumbuh kembang anak dari RS.Hasan Sadikin Bandung dalam acara media workshop yang diadakan oleh Frisian Flag di Jakarta beberapa waktu lalu.
Setelah lahir, stimulasi harus terus dilakukan untuk meningkatkan koneksi otaknya. Stimulasi pada usia dini bisa dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, seperti saat menyusui, menggendong, memandikan, atau memakaikan baju. Stimulasi pada bayi berusia kurang dari tiga bulan dilakukan dengan mengupayakan rasa aman dan nyaman. Misalnya dengan memeluk, menatap mata, atau mengajak berbicara.
Para pakar perkembangan anak menegaskan bahwa lingkungan merupakan salah satu elemen penting untuk kecerdasan bayi. Bayi yang dibesarkan di lingkungan yang penuh kasih sayang dan aman akan memiliki emosi yang baik. Sebuah studi menemukan bahwa anak yang mengalami masalah dalam kehidupan awalnya, memiliki otak yang ukurannya 30 persen lebih kecil dibanding anak yang normal.
"Stimulasi harus diberikan dalam suasana menyenangkan dan penuh kasih sayang, orangtua juga harus peka terhadap kebutuhan anak," kata psikolog anak, Efriyani Djuwita, M.Si. Ini berarti orangtua memperhatikan minat, keinginan atau pendapat anak. "Tiap anak adalah unik dan memiliki perbedaan individual, orangtua sebaiknya menyesuaikan," tambah psikolog yang akrab disapa Ita ini.
Pemberian stimulasi hendaknya juga memperhatikan waktu. "Ada critical atau sensitive periode, di mana rangsangan akan lebih mudah diserap atau diterima anak. Intinya sesuaikan dengan perkembangan yang sudah dikuasai anak, misalnya sebelum mengajarkan menulis, ajari dulu anak cara memegang pensil," imbuhnya. Orangtua juga jangan memaksakan kehendak jika anak sedang mengantuk, bosan, atau ingin melakukan permainan yang lain.
Menurut dr.Koesnadi, agar stimulasi yang diberikan lebih optimal, stimulasi harus diberikan bertahap, dalam berbagai variasi dan berulang-ulang. Sel-sel saraf dalam otak, merupakan suatu jaringan sel yang berfungsi sebagai ‘kabel telepon’ yang secara teratur akan saling mengirimkan gelombang elektronik berupa sinyal atau ‘pesan’.
Aktivitas listrik yang terjadi secara berulang-ulang atau kontinyu pada sel-sel otak si kecil inilah yang akan mampu mengubah struktur fisik otak secara luar biasa, sehingga menghasilkan kemampuan-kemampuan baru sebagai proses perkembangan fungsi otak. Semakin sering otak menerima ‘data’, semakin sering pula suatu kemampuan diasah, sehingga mencapai tahap ‘mahir’ atau piawai.
Stimulai yang bervariasi dalam suasana yang menyenangkan tidak hanya memacu berbagai aspek kecerdasan anak, tapi juga membuat anak bahagia. Itu sebabnya, Ita menekankan relasi yang dekat antara orangtua dengan anak. Jika orangtua sama-sama sibuk bekerja di luar rumah, perlu diperhatikan waktu yang berkualitas (quality time). Misalnya memanfaatkan waktu makan bersama untuk mengenalkan aneka ragam makanan, membacakan buku cerita sambil menemani anak minum susu, atau berolahraga dan mengenal alam di akhir pekan.
"Orangtua harus menciptakan rasa aman dan mendorong keberanian anak berkreasi. Berikan pujian atas keberhasilan anak berperilaku baik dan berikan koreksi bila anak membuat kesalahan," urai Ita.
Kebutuhan nutrisi
Selain stimulasi dini, agar tumbuh kembang optimal, kebutuhan nutrisi anak juga harus dipenuhi mulai sejak dalam kandungan. Kebutuhan nutrisi termasuk pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI yang sehat dan bergizi. Untuk membantu perkembangan otak bayi, anak butuh nutrisi yang cukup berupa protein, energi, serta asam lemak esensial seperti AA, DHA, asam amino esensial, serta mineral.
Di otak, DHA adalah membran yang paling penting berkaitan dengan fungsi sambungan antar sel-sel saraf. Sedangkan asam amino esensial dibutuhkan karena tubuh bayi tidak dapat memproduksinya. Asam amino esensial, seperti tirosin dan triptofan, bersama-sama dengan mineral dan kolin akan membuat kinerja otak lebih baik lagi untuk tumbuh kembang optimal.
Selain kualitas, kuantitas makanan bayi juga perlu diperhatikan. Hendaknya nutrisi makro dan mikro diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Hal ini bisa dipenuhi dari tiga kali makan utama, dua kali makanan selingan (snack) dan dua gelas susu setiap hari.
BacaSelengkapnya...